2/05/2018 04:31:00 PM
Sail: Ust. Che Phelax
Deskripsi masalah
Sebagai sopir wira-wiri saya sering bertemu dengan kegiatan menarik amal jariyah untuk masjid di jalan umum. Biasanya kegiatan tersebut lengkap dengan portal yang ditaruh di tengah jalan dan membawa bendera yang dikibar-kibarkan membuat pengguna jalan was-was mobilnya akan tergores oleh tongkatnya.
Pertanyaan:
1. Apakah boleh meminta amal jariyah untuk masjid di jalan umum yang notabene para pelintasnya tak selalu orang Islam?
2. Trendnya mereka selalu pasang portal plastik berbentuk kerucut di tengah jalan bahkan di jalan sempit dengan lebar yang cuma cukup untuk 2 lajur mobil sekelas Avanza (-+ 4m) sehingga tak jarang roda kiri harus keluar jalur dan turun dari aspal dengan kecepatan minimal untuk menghindari portal dan penarik amal yang sambil mengibarkan bendera. Bagaimana pandangan islam menyikapi kegiatan diatas?
3. Setiap kali saya melintasi jalan tersebut saya sering merasa gugup karena peminta amal kadang sangat atraktif. Apakah termasuk mengganggu pengguna jalan?
4. Menggugah dan menarik amal jariyah tentu masuk dalam klausul dakwah tapi jika dilaksanakan dengan cara seperti di atas dan juga ada ikhtilat antara jawaz, makruh atau bahkan haram, lalu bagaimana dengan status dana yang didapat dari kegiatan tersebut?
5. Andai terjadi kecelakaan lalu penarik amal tersebut wafat, kira-kira masuk sedang dalam kebaikan atau tidak?
6. Terkait dengan soal nomor 5, bagaimana menurut hukum syar'i status pengendara yang terlibat dalam kecelakaan tersebut, di mana si penarik amal sengaja berdiri di tengah jalan dan si pengendara gugup dsb?
7. Karena sudah lumrah, apa solusi terbaik menurut syar'iyah untuk kegiatan Amalan di Jalan umum di sekitar kita?
Mator sakalangkong.
Kacepot gulana mera, bender lopot nyo'on maklumah.
Jawaban:
Sebelum kami menjawab semua permasalahan diatas, perlu diperhatikan bahwa mekanisme meminta amal di jalan umum di setiap daerah itu berbeda-beda. Sehingga jawaban kami selanjutnya belum tentu bisa digunakan untuk menghukumi kegiatan di daerah lain karena beda cara tentu hukumnya akan berbeda pula. Jawaban kami hanya menghukumi sesuai deskripsi dan pertanyaan diatas. Oleh sebab itu jika ada pertanyaan lain tentang hukum kegiatan meminta amal di jalan umum sebaiknya di musyawarahkan lagi sesuai mekanisme yang terjadi.
Terima kasih.
1. Meminta amal jariyah di jalan umum hukumnya boleh, selama tidak mengganggu pengguna jalan, merendahkan diri dan juga agama. Baik pemberi amal tersebut orang muslim maupun non muslim.
2. Kegiatan di jalan umum yang mengakibatkan kendaraan sampai keluar jalan karena jalan yang semakin sempit tersebut tidak diperbolehkan karena mengganggu hak pengguna jalan yang lain.
3. Begitu juga halnya jika mengakibatkan pengguna jalan menjadi was-was dan kekhawatiran yang sangat tinggi itu juga tidak diperbolehkan.
Menurut pemahaman kami, jika ada kegiatan yang menggunakan jalan namun hanya sedikit di pinggir dan masih tersisa jalan yang cukup bagi pengendara mobil atau peminta amal yang menggunakan bendera dengan sangat atraktif namun dilakukan di pinggir jalan, tentu kegiatan tersebut tidak akan menimbulkan was-was dan kekhawatiran bagi pengguna mobil.
Sehingga kami mengindikasikan bahwa kegiatan yang dapat menimbulkan was-was itu karena adanya sisa jalan yang sangat sempit bagi pengendara mobil dan itu termasuk penyempitan jalan yang tidak diperbolehkan (يضيق الطريق) dan juga kegiatan yang dapat menimbulkan kekhawatiran yang sangat tinggi itu karena adanya peminta amal yang mengibarkan bendera dengan sangat atraktif di tengah jalan dan itu termasuk membahayakan pengguna jalan (يضر بالمارة).
4. Pengumpulan dana / meminta amal di jalan umum hasilnya tetap dihukumi halal karena termasuk shodaqoh.
5. Seseorang yang meninggal saat meminta amal jariyah karena kecelakaan kendaraan termasuk meninggal dalam keadaan baik dan juga termasuk syahid akhirat saja (شَهِيدُ الْآخِرَةِ فَقَطْ).
Seseorang yang mati syahid akhirat saja, maka dia mendapatkan pahala seperti para syuhada' namun tidak sama derajatnya dibanding pahalanya mati syahid fid dunya wal akhirat.
6. Pengendara yang murni tanpa disengaja / kecelakaan (الْخَطَأُ الْمَحْضُ) telah menabrak peminta amal di jalan hingga meninggal dunia, seperti halnya seseorang yang terjatuh / terpeleset (kecelakaan) kemudian mengenai orang lain hingga meninggal, maka tidak ada tuntutan baginya melainkan denda yg ringan (uang santunan).
7. Solusi untuk penggalangan dana pembagungan masjid bisa dengan cara meminta sumbangan langsung kepada orang kaya, dermawan, pemerintah atau menyediakan kotak amal di dalam masjid.
Jika memang sudah terpaksa untuk meminta amal jariyah di jalan umum sebaiknya dilakukan dengan baik, santun dan tidak membahayakan dirinya dan pengguna jalan lain.
Referensi jawaban nomor 1, 2 dan 3.
Ust. Mochtar Hidayat
Ust. Hadiri Lanceng Madureh
Referensi jawaban nomor 4
Ust. Muhammad Sueb Fattah
Referensi jawaban nomor 5.
Ust. Hadiri Lanceng Madureh
Referensi jawaban nomor 6
Jainal Arif
Deskripsi masalah
Sebagai sopir wira-wiri saya sering bertemu dengan kegiatan menarik amal jariyah untuk masjid di jalan umum. Biasanya kegiatan tersebut lengkap dengan portal yang ditaruh di tengah jalan dan membawa bendera yang dikibar-kibarkan membuat pengguna jalan was-was mobilnya akan tergores oleh tongkatnya.
Pertanyaan:
1. Apakah boleh meminta amal jariyah untuk masjid di jalan umum yang notabene para pelintasnya tak selalu orang Islam?
2. Trendnya mereka selalu pasang portal plastik berbentuk kerucut di tengah jalan bahkan di jalan sempit dengan lebar yang cuma cukup untuk 2 lajur mobil sekelas Avanza (-+ 4m) sehingga tak jarang roda kiri harus keluar jalur dan turun dari aspal dengan kecepatan minimal untuk menghindari portal dan penarik amal yang sambil mengibarkan bendera. Bagaimana pandangan islam menyikapi kegiatan diatas?
3. Setiap kali saya melintasi jalan tersebut saya sering merasa gugup karena peminta amal kadang sangat atraktif. Apakah termasuk mengganggu pengguna jalan?
4. Menggugah dan menarik amal jariyah tentu masuk dalam klausul dakwah tapi jika dilaksanakan dengan cara seperti di atas dan juga ada ikhtilat antara jawaz, makruh atau bahkan haram, lalu bagaimana dengan status dana yang didapat dari kegiatan tersebut?
5. Andai terjadi kecelakaan lalu penarik amal tersebut wafat, kira-kira masuk sedang dalam kebaikan atau tidak?
6. Terkait dengan soal nomor 5, bagaimana menurut hukum syar'i status pengendara yang terlibat dalam kecelakaan tersebut, di mana si penarik amal sengaja berdiri di tengah jalan dan si pengendara gugup dsb?
7. Karena sudah lumrah, apa solusi terbaik menurut syar'iyah untuk kegiatan Amalan di Jalan umum di sekitar kita?
Mator sakalangkong.
Kacepot gulana mera, bender lopot nyo'on maklumah.
Jawaban:
Sebelum kami menjawab semua permasalahan diatas, perlu diperhatikan bahwa mekanisme meminta amal di jalan umum di setiap daerah itu berbeda-beda. Sehingga jawaban kami selanjutnya belum tentu bisa digunakan untuk menghukumi kegiatan di daerah lain karena beda cara tentu hukumnya akan berbeda pula. Jawaban kami hanya menghukumi sesuai deskripsi dan pertanyaan diatas. Oleh sebab itu jika ada pertanyaan lain tentang hukum kegiatan meminta amal di jalan umum sebaiknya di musyawarahkan lagi sesuai mekanisme yang terjadi.
Terima kasih.
1. Meminta amal jariyah di jalan umum hukumnya boleh, selama tidak mengganggu pengguna jalan, merendahkan diri dan juga agama. Baik pemberi amal tersebut orang muslim maupun non muslim.
2. Kegiatan di jalan umum yang mengakibatkan kendaraan sampai keluar jalan karena jalan yang semakin sempit tersebut tidak diperbolehkan karena mengganggu hak pengguna jalan yang lain.
3. Begitu juga halnya jika mengakibatkan pengguna jalan menjadi was-was dan kekhawatiran yang sangat tinggi itu juga tidak diperbolehkan.
Menurut pemahaman kami, jika ada kegiatan yang menggunakan jalan namun hanya sedikit di pinggir dan masih tersisa jalan yang cukup bagi pengendara mobil atau peminta amal yang menggunakan bendera dengan sangat atraktif namun dilakukan di pinggir jalan, tentu kegiatan tersebut tidak akan menimbulkan was-was dan kekhawatiran bagi pengguna mobil.
Sehingga kami mengindikasikan bahwa kegiatan yang dapat menimbulkan was-was itu karena adanya sisa jalan yang sangat sempit bagi pengendara mobil dan itu termasuk penyempitan jalan yang tidak diperbolehkan (يضيق الطريق) dan juga kegiatan yang dapat menimbulkan kekhawatiran yang sangat tinggi itu karena adanya peminta amal yang mengibarkan bendera dengan sangat atraktif di tengah jalan dan itu termasuk membahayakan pengguna jalan (يضر بالمارة).
4. Pengumpulan dana / meminta amal di jalan umum hasilnya tetap dihukumi halal karena termasuk shodaqoh.
5. Seseorang yang meninggal saat meminta amal jariyah karena kecelakaan kendaraan termasuk meninggal dalam keadaan baik dan juga termasuk syahid akhirat saja (شَهِيدُ الْآخِرَةِ فَقَطْ).
Seseorang yang mati syahid akhirat saja, maka dia mendapatkan pahala seperti para syuhada' namun tidak sama derajatnya dibanding pahalanya mati syahid fid dunya wal akhirat.
6. Pengendara yang murni tanpa disengaja / kecelakaan (الْخَطَأُ الْمَحْضُ) telah menabrak peminta amal di jalan hingga meninggal dunia, seperti halnya seseorang yang terjatuh / terpeleset (kecelakaan) kemudian mengenai orang lain hingga meninggal, maka tidak ada tuntutan baginya melainkan denda yg ringan (uang santunan).
7. Solusi untuk penggalangan dana pembagungan masjid bisa dengan cara meminta sumbangan langsung kepada orang kaya, dermawan, pemerintah atau menyediakan kotak amal di dalam masjid.
Jika memang sudah terpaksa untuk meminta amal jariyah di jalan umum sebaiknya dilakukan dengan baik, santun dan tidak membahayakan dirinya dan pengguna jalan lain.
Referensi jawaban nomor 1, 2 dan 3.
Ust. Mochtar Hidayat
رفيق وسؤال وله الوقوف فيه أيضا نعم في الشامل أن للإمام مطالبة الواقف بقضاء حاجته والانصراف وهو متجه إن تولد من قوله ضرر ولو على ندور هذا كله إذا لم يضيق على المارة فيه لخبر لا ضرر ولا ضرار في الإسلام وإن تقادم العهد ولا يشترط إذن الإمام وشمل كلامه الذمي فيثبت له ذلك كما قاله ابن الرفعة وتبعه السبكي وليس للإمام ولا لغيره من الولاة أخذ عوض ممن يرتفق بالجلوس فيه سواء أكان ببيع أم لا وإن فعله وكلاء بيت المال زاعمين أنه فاضل عن حاجة المسلمين لاستدعاء البيع تقدم الملك وهو منتف ولو جاز ذلك لجاز بيع الموات ولا قائل به قاله السبكي كابن الرفعة قال ولا أدرى بأي وجه يلقى الله من يفعل ذلك قال الأذرعي وفي معناه الرحاب الواسعة بين الدور وله أي الجالس في الشارع تظليل مقعده أي موضع قعوده في الشارع ببارية بتشديد التحتية كما في الدقائق وحكي تخفيفها نوع ينسج من قصب كالحصير وغيرها مما لا يضر المارة عرفا فيما يظهر كثوب وعباءة لجريان العادة به فلو كان مثبتا ببناء كالدكة امتنع وله وضع سرير اعتيد وضعه فيه فيما يظهر من تردد فيه ويختص الجالس بمحله ومحل أمتعته ومعامليه وليس لغيره أن يضيق عليه فيه بحيث يضر به في الكيل أو الوزن والعطاء وله منع واقف بقربه إن منع رؤية أو وصول معامليه إليه لا من قعد لبيع مثل متاعه ولم يزاحمه فيما يختص به من المرافق المذكورة وللإمام أو نائبه أن يقطع بقعة من الشارع لمن يرتفق فيها بالمعاملة لأن له نظرا واجتهاده في أن الجلوس فيها مضر أو لا وهذا يزعج من يرى جلوسه مضرا
نهاية المحتاج ج ٥ ص ٣٤٣
وشرط الواقف صحة عبارته وأهلية التبرع
قوله (صحة عبارته) فلا يصح وقف الصبي والمجنون لعدم صحة عبارتهما - الى ان قال - ويصح الوقف من الكافر ولو لمسجد وان لم يعتقده قربة
حاشية الباجوري ج ٢ ص ٦٣
فَصْلٌ - فِي بَيَانِ حُكْمِ الْمَنَافِعِ الْمُشْتَرَكَةِ (مَنْفَعَةُالشَّارِعِ) الْأَصْلِيَّةِ (مُرُورٌ) فِيهِ (وَكَذَا جُلُوسٌ) وَوُقُوفٌ وَلَوْ بِغَيْرِ إذْنِ الْإِمَامِ (لِنَحْوِ حِرْفَةٍ) كَاسْتِرَاحَةٍ وَانْتِظَارِ رَقِيقٍ (إنْ لَمْ يُضَيِّقْ) عَلَى الْمَارَّةِ فِيهِ عَمَلًا بِمَا عَلَيْهِ النَّاسُ بِلَا إنْكَارٍ وَلَا يُؤْخَذُ عَلَى ذَلِكَ عِوَضٌ
حاشية الجمل على شرح المنهج ج ٣ ص ٥٦٩
السابع عن ابي سعيد الخدري رضي الله عنه عن النبي قال اياكم والجلوس فى الطرقات فقالوا؛ يا رسول الله ما لنا من مجالسنا نتحدث فيها، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم فإذا أبيتم الا المجلس فاعطوا الطريق حقه. قالوا؛ وما حق الطريق يا رسول الله؟ قال؛ غض البصر، وكف الأذى، ورد السلام والأمر بالمعروف، والنهي عن المنكر متفق عليه. (قال؛ غض البصر) أي كفه عن النطر، (وكف الأذى) أي الإمتناع عن أذى المارة. وقال الحافظ فى فتح الباري أشار بالأول الى السلامة من التعرض للفتنة لمن يمر عليه من امرأة ونحوها. وبالثاني الى السلامة من الإحتقار والغيبة وبقوله (ورد السلام) الى اكرام المار (والأمر بالمعروف والنهي عن المنكر) الى الإستعمال جميع ما يشرع (متفق عليه) اهـ
دليل الفالحين ج ١ ص ٣٧٥ - ٣٧٦
فَصْلٌ - فِي بَيَانِ حُكْمِ مَنْفَعَةِ الشَّارِعِ وَغَيْرِهَا مِنْ الْمَنَافِعِ الْمُشْتَرَكَةِ (مَنْفَعَةُ الشَّارِعِ) الْأَصْلِيَّةُ (الْمُرُورُ) فِيهِ لِأَنَّهُ وُضِعَ لَهُ (وَيَجُوزُ الْجُلُوسُ) وَالْوُقُوفُ (بِهِ)وَلَوْ لِذِمِّيٍّ (لِاسْتِرَاحَةٍ وَمُعَامَلَةٍ وَنَحْوِهِمْ) كَانْتِظَارٍ (إذَا لَمْ يُضَيِّقْ عَلَى الْمَارَّةِ) لِخَبَرِ «لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ فِي الْإِسْلَامِ» وَصَحَّ النَّهْيُ عَنْ الْجُلُوسِ فِيهِ لِنَحْوِ حَدِيثٍ «إلَّا أَنْ يُعْطِيَهُ حَقَّهُ مِنْ غَضِّ بَصَرٍ وَكَفِّ أَذًى وَأَمْرٍ بِمَعْرُوفٍ»، اهـ
تحفة المحتاج في شرح المنهاج ج ٦ ص ٢١٦
ويجوز الجلوس والوقوف به ولو لذمي لاستراحة ومعاملة ونحوهما كانتظار اذا لم يضيق على المارة لخبر لاضرر ولاضرار فى الإسلام وصح النهي عن الجلوس فيه لنحو حديث الا أن يعطيه حقه من غض بصر ومن أذى وأمر بالمعروف. اهـ
حواشي الشرواني ج ٦ ص ٢١٦
Ust. Hadiri Lanceng Madureh
الطريق النافذ لا يتصرف فيه بما يضر المارة (قوله المارة) أي جنسهم وسيعلم ما هنا وفي الجنايات ان الضرر المنفي مالا يصبر عليه مما لا يعتاد لا مطلقا، إهـ حج وكتب عليه سم؛ يفهم منه انه لا إعتبار بما لا يصبر عليه مما إعتيد فليراجع إهـ أقول والظاهر أنه غير مراد فيضر لأن عدم الصبر عليه عادة يدل على ان المشقة فيه قوية
منهاج الطالبين مع حاشية الشبرمليسي على النهاية ج ٤ ص ٣٩٢
الْبَابُ الثَّانِي
فِي التَّزَاحُمِ عَلَى الْحُقُوقِ
وَفِيهِ فُصُولٌ؛
الْأَوَّلُ؛ فِي الطَّرِيقِ، وَهُوَ قِسْمَانِ؛ نَافِذٌ، وَغَيْرُهُ. أَمَّا النَّافِذُ، فَالنَّاسُ كُلُّهُمْ يَسْتَحِقُّونَ الْمُرُورَ فِيهِ، وَلَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَتَصَرَّفَ فِيهِ بِمَا يُبْطِلُ الْمُرُورَ، وَلَا أَنْ يَشْرَعَ فِيهِ جَنَاحًا، أَوْ يَتَّخِذَ عَلَى جُدْرَانِهِ سَابَاطًا يَضُرُّ بِالْمَارَّةِ. فَإِنْ لَمْ يَضُرَّ، فَلَا مَنْعَ مِنْهُمَا. وَيُرْجَعُ فِي مَعْرِفَةِ الضَّرَرِ وَعَدَمِهِ إِلَى حَالِ الطَّرِيقِ. فَإِنْ كَانَ ضَيِّقًا لَا تَمُرُّ فِيهِ الْقَوَافِلُ وَالْفَوَارِسُ، فَيَنْبَغِي أَنْ يَرْتَفِعَ بِحَيْثُ يَمُرُّ الْمَارُّ تَحْتَهُ مُنْتَصِبًا. وَإِنْ كَانُوا يَمُرُّونَ فِيهِ، فَلْيَكُنِ ارْتِفَاعُهُ إِلَى حَدٍّ يَمُرُّ فِيهِ الْمَحْمَلُ مَعَ الْكَنِيسَةِ فَوْقَهُ عَلَى الْبَعِيرِ؛ لِأَنَّهُ وَإِنْ كَانَ نَادِرًا، فَإِنَّهُ قَدْ يَتَّفِقُ. وَلَا تُشْتَرَطُ زِيَادَةٌ عَلَى هَذَا، عَلَى الصَّحِيحِ. وَقَالَ أَبُو عُبَيْدِ بْنُ حَرْبَوَيْهِ: يُشْتَرَطُ أَنْ يَكُونَ بِحَيْثُ يَمُرُّ الرَّاكِبُ تَحْتَهُ مَنْصُوبَ الرُّمْحِ. وَاتَّفَقَ الْأَصْحَابُ عَلَى تَضْعِيفِ قَوْلِهِ؛ لِأَنَّ وَضْعَ الرُّمْحِ عَلَى الْكَتِفِ، لَيْسَ بِعَسِيرٍ. وَيَجُوزُ لِكُلِّ أَحَدٍ أَنْ يَفْتَحَ الْأَبْوَابَ مِنْ مِلْكِهِ إِلَى الشَّارِعِ كَيْفَ شَاءَ. وَأَمَّا نَصْبُ الدِّكَّةِ وَغَرْسُ الشَّجَرَةِ، فَإِنْ كَانَ يُضَيِّقُ الطَّرِيقَ وَيَضُرُّ بِالْمَارَّةِ، مُنِعَ، وَإِلَّا فَوَجْهَانِ. أَحَدُهُمَا: الْجَوَازُ، كَالْجَنَاحِ الَّذِي لَا يَضُرُّ بِهِمْ. وَأَصَحُّهُمَا، وَبِهِ قَطَعَ الْعِرَاقِيُّونَ وَاخْتَارَهُ الْإِمَامُ: الْمَنْعُ. وَلَا يَجُوزُ أَنْ يُصَالِحَ عَنْ إِشْرَاعِ الْجَنَاحِ عَلَى شَيْءٍ، سَوَاءٌ صَالَحَ الْإِمَامَ أَوْ غَيْرَهُ، وَسَوَاءٌ ضَرَّ بِالْمَارَّةِ أَمْ لَا. وَلَوْ أَشْرَعَ جَنَاحًا لَا ضَرَرَ فِيهِ، فَانْهَدَمَ، أَوْ هَدَمَهُ، فَأَشْرَعَ رَجُلٌ آخَرُ جَنَاحًا فِي مُحَاذَاتِهِ لَا تُمْكِنُ مَعَهُ إِعَادَةُ الْأَوَّلِ، جَازَ، كَمَا لَوْ قَعَدَ فِي طَرِيقٍ وَاسِعٍ ثُمَّ انْتَقَلَ عَنْهُ، يَجُوزُ لِغَيْرِهِ الِارْتِفَاقُ بِهِ، هَكَذَا قَالَهُ الْأَصْحَابُ. وَلَكَ أَنْ تَقُولَ: الْمُرْتَفَقُ بِالْقُعُودِ لِلْمُعَامَلَةِ لَا يَبْطُلُ حَقُّهُ بِمُجَرَّدِ الزَّوَالِ عَنْ ذَلِكَ الْمَوْضِعِ، وَإِنَّمَا يَبْطُلُ بِالسَّفَرِ وَالْإِعْرَاضِ عَنِ الْحِرْفَةِ
روضة الطالبين ج ٤ ص ٢٠٤
Referensi jawaban nomor 4
Ust. Muhammad Sueb Fattah
والحاصل انه ان ملك لاجل الاحتياج او لقصد الثوب مع صيغة كان هبة وصدقة وان ملك بقصد الاكرام مع صيغة كان هبة وهدية وان ملك لا لاجل الثوب ولا لاكرام بصيغة كان هبة فقط وان ملك لأجل الاحتياج او الثواب من غير صيغة كان صدقة فقط وان ملك لاجل الاكرام من غير صيغة كان هدية فقط فبين الثلاثة عموم وخصوص من وجه
إعانة الطالبين ٣ ص ١٤٤
قوله (كتاب الهبة) هى شاملة للصدقة والهدية كما سيأتى (التمليك بلا عوض هبة) ذات أنواع (فإن ملك محتاجا لثواب اﻵخرة) أى لأجله شيأ (فصدقة)، اهى
المحلى ٣ ص ١١٠
Referensi jawaban nomor 5.
Ust. Hadiri Lanceng Madureh
قَوْلُهُ؛ (أَمَّا الشَّهِيدُ الْعَارِي إلَخْ) وَهَذَا يُقَالُ لَهُ شَهِيدُ الْآخِرَةِ فَقَطْ، وَمَعْنَى كَوْنِهِ شَهِيدَ الْآخِرَةِ أَنَّ لَهُ رُتْبَةً فِيهَا زَائِدَةً عَلَى غَيْرِهِ لَكِنَّ الظَّاهِرَ أَنَّهَا لَا تَبْلُغُ رُتْبَةَ شَهِيدِ الْمَعْرَكَةِ وَالْحَاصِلُ أَنَّ الشُّهَدَاءَ عَلَى ثَلَاثَةِ أَقْسَامٍ؛ شَهِيدُ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَهُوَ مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ الْعُلْيَا وَشَهِيدُ الدُّنْيَا فَقَطْ، وَهُوَ مَنْ قَاتَلَ لَا لِذَلِكَ بَلْ لِلْغَنِيمَةِ وَنَحْوِهَا وَشَهِيدُ الْآخِرَةِ فَقَطْ، وَهُوَ كَثِيرٌ كَمَا أَشَارَ إلَيْهِ بِقَوْلِهِ كَالْغَرِيقِ إلَخْ اهـ
حاشية البجيرمى على الخطيب ج ٢ ص ٢٨١
وَاعْلَمْ أَنَّ الشَّهِيدَ ثَلَاثَةُ أَقْسَامٍ أَحَدُهَا الْمَقْتُولُ فِي حرب الكفار بِسَبَبٍ مِنْ أَسْبَابِ الْقِتَالِ فَهَذَا لَهُ حُكْمُ الشُّهَدَاءِ فِي ثَوَابِ الْآخِرَةِ وَفِي أَحْكَامِ الدُّنْيَا وَهُوَ أَنَّهُ لَا يُغَسَّلُ وَلَا يُصَلَّى عَلَيْهِ وَالثَّانِي شَهِيدٌ فِي الثَّوَابِ دُونَ أَحْكَامِ الدُّنْيَا وَهُوَ الْمَبْطُونُ وَالْمَطْعُونُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ وَمَنْ قُتِلَ دُونَ مَالِهِ وَغَيْرُهُمْ مِمَّنْ جَاءَتِ الْأَحَادِيثُ الصَّحِيحَةُ بِتَسْمِيَتِهِ شَهِيدًا فَهَذَا يُغَسَّلُ وَيُصَلَّى عَلَيْهِ وَلَهُ فِي الْآخِرَةِ ثَوَابُ الشُّهَدَاءِ وَلَا يَلْزَمُ أَنْ يَكُونَ مِثْلَ ثَوَابِ الْأَوَّلِ وَالثَّالِثُ مَنْ غَلَّ فى الغنيمة وشبهه ممن وَرَدَتِ الْآثَارُ بِنَفْيِ تَسْمِيَتِهِ شَهِيدًا إِذَا قُتِلَ فِي حَرْبِ الْكُفَّارِ فَهَذَا لَهُ حُكْمُ الشُّهَدَاءِ فِي الدُّنْيَا فَلَا يُغَسَّلُ وَلَا يُصَلَّى عَلَيْهِ وَلَيْسَ لَهُ ثَوَابُهُمُ الْكَامِلُ فِي الْآخِرَةِ وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
شرح النووى على مسلم ج ٢ ص ١٦٤
Referensi jawaban nomor 6
Jainal Arif
قوله (وَالْخَطَأُ الْمَحْضُ هُوَ أَنْ) يَقْصِدَ الْفِعْلَ دُونَ الشَّخْصِ كَأَنْ يَرْمِيَ إلَى شَيْءٍ كَشَجَرَةٍ أَوْ صَيْدٍ فَيُصِيبَ إنْسَانًا رَجُلًا أَيْ ذَكَرًا أَوْ غَيْرَهُ (فَيَقْتُلَهُ)، أَوْ يَرْمِيَ بِهِ زَيْدًا فَيُصِيبَ عَمْرًا كَمَا مَرَّ، أَوْ لَمْ يَقْصِدْ أَصْلَ الْفِعْلِ كَأَنْ زَلِقَ فَسَقَطَ عَلَى غَيْرِهِ فَمَاتَ كَمَا مَرَّ أَيْضًا. (فَلَا قَوَدَ عَلَيْهِ) لِقَوْلِهِ تَعَالَى؛ {وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ} [النساء؛ ٩٢] فَأَوْجَبَ الدِّيَةَ، وَلَمْ يَتَعَرَّضْ لِلْقِصَاصِ (بَلْ تَجِبُ دِيَةٌ) لِلْآيَةِ الْمَذْكُورَةِ (مُخَفَّفَةٌ عَلَى الْعَاقِلَةِ) كَمَا سَتَعْرِفُهُ فِي فَصْلِهَا. (مُؤَجَّلَةٌ) عَلَيْهِمْ، لِأَنَّهُمْ يَحْمِلُونَهَا عَلَى سَبِيلِ الْمُوَاسَاةِ وَمِنْ الْمُوَاسَاةِ تَأْجِيلُهَا عَلَيْهِمْ (فِي ثَلَاثِ سِنِينَ) بِالْإِجْمَاعِ كَمَا حَكَاهُ الشَّافِعِيُّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - وَغَيْرُهُ
حاشية البجيرمى على الخطيب ج ٤ ص ١٢١
